“Hadist Tentang Bacaan
I’tidal”
I’tidal
adalah posisi tegak kembali pada keadaan semula seperti saat sebelum ruku’
(apabila sebelum ruku’ seseorang sholat dengan berdiri maka I’tidalnya berdiri
kembali, apabila sebelum ruku’ sholatnya dengan duduk maka i’tidalnya berarti
duduk kembali).
Dalil
i’tidal ialah sebauh hadits riwayat Muslim (498), dari ‘Aisyah RA, bahwa beliau
pernah mensifati shalat Nabi SAW, maka katanya:
فَكَانَ اِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوْعِ
لَمْ يَسْجُدْ حَتَّى يَسْتَوِىَ قَائِمًا
“Maka, apabila beliau mengangkat
kepalanya dari ruku, beliau tidak sujud sebelum berdirinya tegak lurus”.
Dan
pernah pula Rasulullah SAW menegur seorang lelaki yang tidak cermat dalam
shalatnya. Waktu itu beliau mengajarinya bagaimana cara shalat:
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا (رواه
البخارى 724 ومسلم 397
“Kemudian bangkitlah kamu, sehingga
kamu tegak berdiri”. (H.R. al-Bukhari: 724, dan Muslim: 397).
Menurut
pendapat Imam Abu Hanifah, Imam Malik, dan Imam Ahmad; makmum membaca
"Robbanaa lakal hamdu.." setelah imam membaca "Sami'allahu liman
hamidah". Pendapat ini juga diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Abu Hurairah,
Asy-Sya'bi, Ats-tsauri, Auza'i, Abu Yusuf dan Ibnul Mundzir.
Diantara
dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu, bahwa
Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
إِنَّمَا
جُعِلَ الإِمَامُ لِيُؤْتَمَّ بِهِ، فَلاَ تَخْتَلِفُوا عَلَيْهِ، فَإِذَا رَكَعَ،
فَارْكَعُوا، وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ، فَقُولُوا: رَبَّنَا
لَكَ الحَمْدُ
"Dijadikannya Imam adalah
untuk diikuti, maka janganlah kalian menyelisihnya. Jika ia rukuk maka rukuklah
kalian, jika ia mengucapkan 'SAMI'ALLAHU LIMAN HAMIDAH' maka ucapkanlah,
'RABBANAA LAKAL HAMDU'." (Shahih Bukhari, no.722 dan Shahih Muslim,
no.411)
Menurut
pendapat madzhab Syafi'i makmum membaca setelah makmum juga membaca
"Sami'allahu liman hamidah" setelah imam membaca "Sami'allahu
liman hamidah". Pendapat ini juga dikemukakan oleh Atho', Abu Burdah,
Muhammad bin Sirin dan Imam Dawud.
Ketetapan
tersebut didasaran pada kemumuman sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam;
صَلُّوا
كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
"Sholatlah kalian, sebagaimana
kalian melihatku sholat." (Shahih Ibnu Hibban, no.1656)
Dari
hadits diatas dipahami bahwa senua pebuatan dan ucapan Nabi ketika sholat maka
makmum juga mengikuti, termasuk ketika beliau menjadi imam sholat, maka makmum
juga mengikutinya.
Sedangkan
menanggapi hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah diatas mereka menjelaskan
bahwa Nabi memerintahkan para sahabat yang menjadi makmum untuk membaca
"Robbanaa lakal hamdu.." setelah mendengar imam membaca
"Sami'allahu liman hamidah" maksudnya bacalah "Robbanaa lakal
hamdu.." setelah membaca "Sami'allahu liman hamidah", karena
para sahabat sudah tahu bahwa ketika sholat mereka diperintahkan untuk
mengikuti gerakan dan ucapan Nabi, termasuk dalam hal membaca "Sami'allahu
liman hamidah", namun karena seringkali mereka tidak mendengar saat Nabi
membaca "Robbanaa lakal hamdu.." sebab dibaca pelan, maka mereka
diberi tahu untuk membaca "Robbanaa lakal hamdu.." dan tak perlu lagi
diberi tahu untuk membaca "Sami'allahu liman hamidah".
Menurut
madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hambali I’tidal tergolong rukunnya sholat yang
apabila tidak dikerjakan (dengan kesengajaan) berakibat batalnya sholat
(berdasarkan hadits diatas) sedang menurut Maszhab Hanafi I’tidal tidak
termasuk rukunnya sholat tapi termasuk wajibnya sholat dalam arti apabila
I’tidal tidak dikerjakan sholatnya tetap sah hanya saja berdosa karena
meninggalkan barang wajib.
Terjadi
perbedaan pendapat tentang kesunnahan bersedekap atau tidaknya tangan sewaktu
I’tidal karena tidak terdapatkannya satu hadits yang secara pasti mejelaskan
tentang sedekap ketika i'tidal, kecuali dua hadits yang dipergunakan sebagian
ulama untuk menunjukkan sunnahnya perbuatan ini.
كَانَ
النَّاسُ يُؤْمَرُوْنَ أَنْ يَضَعَ الرَّجُلُ يَدَهُ الْيُمْنَى عَلَى ذِرَاعِهِ الْيُسْرَى
فِيْ الصَّلاَةِ
"Orang-orang dahulu
diperintahkan untuk meletakkan tangan kanannya di atas hasta tangan kirinya
dalam shalat". [HR. Bukhari].
كَانَ
إِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ اسْتَوَى حَتَّى يَعُوْدَ كُلُّ فَقَارٍ مَكَانَهُ
"Apabila mengangkat kepalanya (bangkit
dari ruku'), maka beliau Saw meluruskan (badannya) hingga semua rangkaian
tulang belakangnya kembali ke posisinya". [HR. Bukhari].
Kedua
hadits di atas tidak secara jelas menunjukkan hukum perbuatan tersebut. Oleh
karena itu, para ulama berbeda pendapat dalam mensikapi permasalahan sedekap,
dan perbedaan pendapat ini sudah berlangsung sejak zaman Imam Ahmad bin Hambal
sedang memurut Imam Syafi'i dalam kitab Al-Umm dan dalam literatur kitab-kitab
Fiqh Syafi'iyyah yang lain posisi tangan sewaktu i'tidal yang lebih utama
dilepas (tidak bersedekap) kecuali bila dikhawatirkan terjadi 'abats
(mengganggu konsentrasi dalam sholat).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar